01.23

Pengelolaan Kesuburan Tanah Sulfat Masam (Bagian 4.A)

Pengelolaan Kesuburan Tanah Sulfat Masam*

Oleh: Masayu Rodiah** dan Abdul Madjid Rohim***

(Bagian 4.A dari 5 Tulisan)


Keterangan:

* : Makalah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

** : Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

*** : Dosen Mata Kuliah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

(Bagian 4.A dari 5 Tulisan)


IV. PENGELOLAAN KESUBURAN PADA TANAH SULFAT MASAM


A. Pengelolaan Bahan Organik

Pengelolaan bahan organik di lahan sulfat masam memegang peranan penting. Walaupun pada umumnya kadar bahan organik di lahan sulfat masam cukup tinggi, khususnya yang berasosiasi dnegan gambut, tetapi di beberapa tempat kadar bahan organik tanah mengalami kemerosotan karena pembakaran atau terbakar, perombakan alamiah, terangkut melalui tanaman, dan tererosi/terlindi. Penyiapan lahan dengan membakar umum, tidak saja dilakukan oleh petani atau peladangyang miskin, tetapi juga oleh perusahaan perkebunan yang bermodal besar karena dianggap mudah dan lebih murah.

Bahan organik tidak hanya berperanan dalam memperbaiki fisik tanah, tetapi sekaligus berperan dalam menekan oksidasi pirit. Dalam konteks tanah sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk menurunkan atau mempertahankan suasana reduksi karena dapat mempertahankan kebasahan tanah sehingga oksidasi pirit dapat ditekan. Penekanan terhadap oksidasi pirit ini penting artinya bagi pertumbuhan tanaman yang peka terhadap peningkatan kemasaman dan kadar meracun kation-kation seperti Al3+, Fe2+, Mn2+, dan anion-anion seperti sulfida dan sisa-sisa asam organik.

Penyiapan lahan secara konvensional oleh petani petani tradisional dengan sistem tajak-puntal-hambur sebagaimana dkemukakan di atas merupakan kearifan lokal (indigenous knowledge) dalam pengelolaan bahan organik yang patut dikembangkan. Proses pengomposan praktis diserahkan kepada kebesaran alam dengan memanfaatkan mikroorganisme perombak anaerob. Hasil analisis kompos dari purun (Eleocharis sp.), bura-bura (Panicum repens), kerisan (Rhynchospora corymbosa) menunjukkan mengandung rata-rata 31,74 % organik karbon, 1,96 % N, 0,68 % P, dan 0,64 % K (Balittra, 2001).

Kadar bahan organik tanah di sulfat masam perlu dipertahankan pada taraf 5 %, terutama pada tipe luapan c untuk mempertahankan kebasahan tanah dan potensial redoks. Pada lahan sulfat masam yang lapisan atasnya berupa gambut atau lahan-lahan gambut yang dibawahnya terdapat lapisan pirit keberadaan lapisan piritnya perlu dipertahankan setebal antara 15-25 cm (Noor, 2001). Lahan-lahan gambut yang mempunyai lapisan pirit di bawahnya (seperti jenis tanah Sulfihemist, dan Sulfohemist) merupakan lahan yang sangat berbahaya dan beresiko serta sukar penulihan kembali apabila terdegradasi bila dibandingkan jenis lahan sulfat masam seperti Sulfaquent. Produktivitas dan kesuburan tanah rawa pasang surut berkaitan erat dengan ketebalan lapisan gambut atau kadar bahan organik tanah (Notohadiprawiro, 1998b).


Bersambung ke bagian 4.B yang dapat dilihat pada pustaka dibawah ini:


Pustaka:

Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, dan (3) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.