21.20

Pengelolaan Kesuburan Tanah Pada Lahan Kering (Bagian 3)

Pengelolaan Kesuburan Tanah Mineral Masam untuk Pertanian*
Oleh: Ida Nursanti** dan Abdul Madjid Rohim***

(Bagian 3 dari 5 Tulisan)

Keterangan:
* : Makalah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
** : Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
*** : Dosen Mata Kuliah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

(Bagian 3 dari 5 Tulisan)


III. Perkembangan Penelitian Tanah Mineral Masam

Hasil penelitian Arimurti et al (2006) menunjukkan bahwa tanah tersebut mempunyai sifat yang sangat masam (pH 4,2), hal ini dapat disebabkan tanah tersebut mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dan mempunyai kejenuhan basa rendah dan bereaksi masam (Sanchez, 1976). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai sifat berikut: C tinggi, N sangat rendah, P tersedia dan P total yang sangat rendah.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa perlakuan bakteri pelarut fosfat (BPF) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah masam, yang tampak pada parameter tinggi tanaman 10 dan 45 HST, berat basah trubus, berat kering trubus, berat basah akar, berat kering akar, luas daun serta kadar P trubus. Perlakuan dengan pupuk P ternyata mampu meningkatkan pertumbuhan hanya pada parameter tinggi tanaman 10 dan 17 HST serta kadar P trubus. Perlakuan masing-masing SP-36 maupun rock fosfat sama baiknya dalam meningkatkan tinggi tanaman 10 dan 17 HST serta kadar P trubus. Perlakuan kombinasi pupuk P dengan BPF dapat meningkatkan pertumbuhan yang tampak pada parameter berat kering trubus. Semua kombinasi perlakuan jenis pupuk P dengan BPF sama baiknya dalam meningkatkan berat kering trubus pada tanah masam.

Hasanudin (2003) melakukan penelitian tentang ketersediaan dan serapan P pada tanaman jagung di tanah ultisol melalui inokulasi mikoriza dan pemberian bahan organik. Terlihat bahwa ketersediaan P dan serapan P meningkat dengan perlakuan tersebut diikuti pula peningkatan pada ketersediaan N serta hasil tanaman jagung.

Hasil penelitian Joy (2005) bahwa pada tanah masam terjadi penurunan kandungan Al-dd tanah dan peningkatan kandungan P-tersedia tanah dipengaruhi oleh interaksi antara takaran P-alam dengan jenis kapur, sedangkan peningkatan nilai pH tanah dipengaruhi oleh efek mandiri P-alam dan jenis kapur. Pengapuran dengan dolomit meningkatkan pH tanah lebih tinggi dibandingkan pengapuran dengan kalsit. Secara umum, semakin tinggi takaran P-alam, semakin tinggi pula nilai pH tanah.

Peningkatan takaran P- alam akan menurunkan kandungan Al-dd tanah, terutama jika dikombinasikan dengan kapur, baik kalsit maupun dolomit. Efek peningkatan takaran P-alam juga berpengaruh terhadap peningkatan kandungan Ptersedia tanah pada setiap level pengapuran. Meningkatnya nilai pH tanah menyebabkan penurunan kandungan Al-dd tanah sedangkan penurunan nilai Al-dd tanah akan meningkatkan kandungan P-tersedia tanah.

Penelitian Siradz (2003) memperlihatkan bahwa baik mineral lempung golongan kaolin maupun oksida-oksida besi mampu menjerap P. Kapasitas retensi P dari oksida-oksida besi sekitar 10 kali lipat lebih besar dari kaolin, tetapi keberadaan kaolin di dalam tanah-tanah mineral masam sekitar 18 kali lipat dibandingkan dengan oksida besi. Oleh karena itu sebenarnya jumlah P yang dijerap oleh kaolin jauh lebih besar dibandingkan dengan oksida-oksida besi.

Tanah Latosol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan yang intensif, bereaksi asam dan terjadi pencucian yang kuat terutama basabasa K, Ca dan Mg. Kendala lain untuk budidaya pertanian adalah kekurangan unsur hara P akibat terjadinya fiksasi oleh mineral lempung kaolinit dan ion-ion Fe dan A1 akibat pH yang rendah. Hasil penelitian Sumaryo dan Suryono (2000) tentang pengaruh pupuk P dan Dolomit pada hasil tanaman kacang tanah di tanah latosol menunjukkan bahwa pengaruh sangat nyata dari dosis pupuk dolomit pada semua parameter yang diamati dikarenakan pemberian dolomit dapat menambah unsur hara Ca dan Mg yang di dalam tanah Latosol sangat rendah sampai rendah serta dimungkinkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

Ultisol merupakan tanah terluas dari seluruh lahan kering yang ada di Propinsi Jambi yang mempunyai potensi besar untuk untuk dijadikan lahan pertanian produktif yang berkelanjutan dan menunjang program ketahan pangan nasional. Salah satu kendala adalah permeabilitas tanah yang lambat. Penelitian Junedi (2008) menunjukkan bahwa untuk memperbaiki permeabilitas tanah dapat dilakukan dengan penambahan kompos jerami padi saja, kapur saja maupun diberikan secara bersama-sama.

Pemberian kompos jerami padi 20 ton-1 ha masih mampu meningkatan permeabilitas tanah, demikian pula dengan pemberian kapur sampai 2xAldd. Akan tetapi jika kompos jerami padi diberikan bersama sama dengan kapur maka pemberian 10 ton-1 hakompos jerami padi dan 1xAldd kapur sudah mampu meningkatkan permeabilitas tanah.

Penelitian Bertam et al (2005) pada tanah masam di Bengkulu dengan seri tanah Kandanglimun Bengkulu yang memiliki pH sangat masam, kadar bahan organik rendah sampai sedang, kadar N total rendah, kadar P tersedia sangat rendah, Ca tertukar rendah, Mg dan K tertukar rendah , KTK rendah dan tekstur silt loam . Diberi perlakuan dengan inokulasi mikoriza dan rhizobia indigeneus pada beberapa varietas kedelai , memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kesuburan tanah yang ditandai dengan meningkatnya N total, P tersedia, KTK , pH meningkat ke arah netral, serta terjadi peningkatan pertumbuhan dan produksi kedelai jika dibandingkan dengan kontrol.

Hasil penelitian Wulandari (2001) pada tanah ultisol menjelaskan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat jenis Pseudomonas diminuta dan Pseudomonas cepaceae yang diikuti dengan pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dan meningkatkan produksi tanaman kedelai serta meningkatkan efisiensi pupuk P yang digunakan. Pelarutan fosfat oleh Pseudomonas didahului dengan sekresi asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksilat, malat, fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator, pengkelat dan memungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk senyawa kompleks dengan kationkation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al3+ sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh tanaman.

Hasanudin dan Gonggo (2004) meneliti tentang pemanfaatan mikrobia pelarut fosfat dan mikoriza untuk perbaikan fosfor tersedia, serapan fosfor tanah ultisol dan hasil jagung. Dari hasil penelitiannya terdapat pengaruh tunggal dan interaksi dari pemberian mikrobia pelarut fosfat dan mikoriza terhadap serapan P dan hasil jagung. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan mikrobia pelarut fosfat 15 ml tanaman-1 dan mikoriza 20 g tanaman-1 terhadap serapan P dan hasil jagung masing-masing sebesar 0,3881 ppm dan 280,15 g tanaman-1.

Noor (2003) meneliti tentang pengaruh fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang terhadap P tersedia dan pertumbuhan kedelai pada ultisol. Dari hasil penelitiannya di dapat bahwa fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang mampu meningkatkan P tersedia tanah , jumlah dan bobot kering bintil akar dan bobot kering tanaman kedelai. Pemberian bakteri pelarut fosfat dan pupuk kandang secara sendiri-sendiri maupun kombinasinya meningkatkan P tersedia berturut-turut 26%, 34% dan 48% dibandingkan dengan kontrol. Kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang meningkatkan bobot kering tanaman kedelai 29% dibandingkan kontrol.


Widawati dan Suliasih (2005) meneliti tentang Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis Oed.) di Tanah Marginal dengan pH rendah. Dari hasil penelitiannya didapat bahwa Empat isolat BPF jenis Bacillus pantotheticus, Klebsiella aerogenes, Chromobacterium lividum dan B. Megaterium sebagai inokulan padat, mampu memacu pertumbuhan tanaman caysin. Inokulan yang berisi 4 isolat BPF jenis Bacillus pantotheticus, Klebsiella aerogenes, Chromobacterium lividum, dan B. megaterium merupakan inokulan terbaik sebagai biofertilizer dan menghasilkan berat daun segar 1 tanaman terbesar dari 4 tanaman perpot (g), berat daun segar 4 tanaman per pot, dan berat tanaman segar seluruh tanaman per pot (daun + batang + akar) sebesar 139,22 g, 575,48 g, dan 606,42 g atau ada kenaikan 877,67%; 903,63%; 930,63 dari tanaman kontrol 3/R = tanaman tanpa pupuk/inokulan; 354,67%; 208,30%; 217,23% dari tanaman kontrol 2/Q = tanaman dengan pupuk kompos; dan 61,81%; 203,75%; 207,84% dari tanaman kontrol 1/P = tanaman dipupuk kimia. Ada kenaikan pada tanaman segar seluruh tanaman per pot (daun + batang + akar) sebesar 32,87% dari tanaman yang diinokulasi dengan isolat BPF tunggal maupun campuran 2-3 isolat BPF.

Penelitian Sudirja et al (2006) menunjukkan bahwa respon pemberian kompos kulit buah kakao, kascing, dan pupuk kandang ayam berpengaruh terhadap pH tanah. Semakin besar dosis perlakuan pupuk organik yang diberikan, maka pH tanah pun semakin meningkat. Sejalan dengan pemikiran Sufiadi (1999), pemberian bahan organik dengan dosis yang meningkat akan meningkatkan pelepasan kation ke dalam larutan tanah, sehingga cukup untuk meningkatkan pH dan akibatnya muatan permukaan negatif menjadi lebih besar.


Bersambung ke bagian 4 yang dapat dilihat pada pustaka dibawah ini:


Pustaka:

Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, (3) Teknologi Pupuk Hayati, dan (4) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.

0 comments: