01.08

Pengelolaan Kesuburan Tanah Sulfat Masam (Bagian 4.C)

Pengelolaan Kesuburan Tanah Sulfat Masam*

Oleh: Masayu Rodiah** dan Abdul Madjid Rohim***

(Bagian 4.C dari 5 Tulisan)


Keterangan:

* : Makalah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

** : Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

*** : Dosen Mata Kuliah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.


(Bagian 4.C dari 5 Tulisan)


C. Penggunaan Varietas yang Adaptif

Tanaman yang dapat diusahakan dilahan sulfat masam antara lain tanaman padi, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau), sayuran (cabe, kacang panjang, kubis, tomat, dan terong), buah-buahan (rambutan, nanas, pisang, jeruk, nangka, dan semangka), dan tanaman industri (kelapa dan lada) (Suwarno et al., 2000). Tanaman tersebut dapat tumbuh baik bila tanahnya masih SMP dan sistem tata air mikro seperti saluran drainase dan ameliorasi tanah dilakukan dengan baik sesuai kondisi lahannya. Namun walaupun banyak tanaman pangan, buah-buahan, sayuran, dan tanaman industri dapat tumbuh di lahan rawa sulfat masam faktor pemasaman perlu dipertimbangkan.


a. Padi dan palawija

Penelitian adaptabilitas tanaman padi sawah telah lama dilakukan di lahan pasang surut khususnya pada tanah sulfat masam dan pertumbuhan tanaman padi lebih baik pada tanah sulfat masam dibandingkan pada tanah gambut dalam. Penelitian dimulai sejak sebelum Proyek Swamps sampai berakhir pada Proyek ISDP tahun 2000. Menurut Suwarno et al. (2000) sampai saat ini telah dilepas secara resmi 11 varietas yang cocok di lahan pasang surut (Tabel 4.4). Dari 11 varietas di atas nampaknya yang akan cocok untuk di lahan sulfat masam adalah Mahakam, Kapuas, Lematang, Sei Lilin, Banyuasin, Lalan, Batang hari, dan Dendang.

Namun untuk tanah sulfat masam aktual dimana kadar Al dan Fe sangat tinggi lebih baik ditanami varietas lokal yang telah adaptif seperti varietas Ceko, Jalawara, Talang, Gelombang, dan Bayur. Mengingat kondisi kesuburan tanah sulfat masam sangat beragam maka pemupukan perlu disesuaikan dengan hasil analisis tanahnya.

Tanaman palawija umumnya ditanam di lahan pekarangan sebagai kebun campuran dengan tanaman buah-buahan dan sayuran. Varietas kedelai yang cocok untuk tanah sulfat masam adalah varietas Wilis, Rinjani, Lokon, dan Dempo. Varietas kedelai tersebut mampu memberikan hasil 1,5- 2,4 t/ha, kacang tanah 3,5 t/ha, dan kacang hijau 1,2 t/ha biji kering, dan jagung yang sesuai adalah varietas Arjuna dengan hasil 3-4 t/ha biji pipilan kering.


b. Sayuran dan buah-buahan

Teknik penggunaan amelioran dan pengelolaan hara terpadu serta penggunaan benih bermutu dengan waktu tanam yang tepat merupakan persyaratan utama keberhasilan sayuran di lahan rawa (Satsiyati et al., 1999). Namun keberadaan lokasi pengembangan yang terletak jauh dipedalaman dan tidak didukung oleh infrastruktur dan sarana menjadi hambatan untuk pemasaran hasil sayuran.

Tanaman buah-buahan ditanam di pekarangan pada guludan adalah pisang, nangka, dan rambutan atau jeruk. Tanam sayuran dan pisang cepat memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani terutama pada tahun pertama mereka tinggal di tempat pemukiman baru. Hasil penelitian Proyek Swamps di lahan pekarangan lahan sulfat masam di Karang Agung Ulu (1987/1988), komoditas hortikultura mampu memberikan pendapatan lebih besar dari pada tanaman pangan dengan rincian 65,4% untuk tanaman sayuran dan 34,6% untuk tanaman pangan (Subiksa dan Basa, 1990).

Jenis sayuran yang telah diteliti pada tanah sulfat masam adalah tomat varietas Ratna dan Intan dengan potensi hasil masing-masing 18,54 t/ha dan 13,4 t/ha. Petsai yang sesuai hanya ada satu varietas yaitu No. 82-157 dengan potensi hasil 15,6 t/ha. Selanjutnya bawang merah varietas Ampenan dan Bima dapat beradaptasi cukup baik pada tanah sulfat masam dengan potensi hasil 6,4 dan 6,15 ton umbi kering/ha (Sutater et al., 1990). Dosis pemupukan tanaman sayuran dan buah-buahan disajikan pada Tabel 4.6.


c. Tanaman industri/perkebunan

Hasil penelitian di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah ex PLG tanaman industri/perkebunan yang dapat beradaptasi di lahan sulfat masam adalah kopi, kelapa, dan lada.

a. Kelapa

Tanaman kelapa merupakan komoditas tanaman di lahan pasang surut, sebagai sentra produksi kelapa sebaran tanaman kelapa di Provinsi Riau diperkirakan > 60% (Mahmud, 1990). Jenis kelapa yang sesuai adalah kelapa lokal, yang dikenal memiliki daya adaptasi dan toleransi terhadap lingkungan tumbuh sangat luas.

Tanaman kelapa dapat ditanam tumpangsari dengan tanaman kopi, palawija, dan hortikultura. Namun ada juga yang ditanam secara monokultur di guludan seperti di Riau. Di Karang Agung Ulu dan Karang Agung Tengah produksi kelapa rata-rata berkisar 7-18 butir/pohon/periode petik dan 10-17 butir/pohon/periode petik.

Pupuk yang diberikan untuk tanaman kelapa masing- masing diberikan per pohon, tergantung kepada umur tanaman (Tabel 4.7). Pemberian pupuk N, P, dan K paling tinggi pada umur tanaman kelapa 3 tahun.


b. Temu-temuan

Jenis tanaman temu-temuan di antaranya jahe, kencur, kunyit, temulawak, lengkuas, dan bangle di lokasi pasang surut cukup baik pertumbuhannya dan dapat dikembangkan secara monokultur dan tumpangsari dengan tanaman palawija atau tanaman tahunan yang tidak terlalu tinggi tingkat naungannya (Anonimous, 1993 dan Anonimous, 1999). Persyaratan tumbuh tanaman temu-temuan menghendaki tanah yang gembur dan subur, pH tanah normal dan tidak tahan genangan air, sehingga upaya perbaikan tanah meliputi pemberian kaptan, pemupukan, pembuatan saluran cacing yang intensif, dan penambahan lapisan gambut akan memberikan pertumbuhan dan produksi rimpang yang optimum.

Temu-temuan diharapkan dapat menunjang sistem usahatani di lahan pasang surut yang mempunyai fungsi ganda dapat dimanfaatkan sebagai bumbu dan dapat digunakan sebagai obat alternatif baik untuk manusia maupun ternak, di antaranya kunyit, temulawak, jahe, kencur (obat reumatik pegel linu), lempuyang (pegel linu) temu ireng dan bangle (obat cacing), temu giring (obat panas dan batuk).

Sebagai contoh untuk ternak, jahe dapat mencegah gejala tetelo (ND), dan temulawak dapat menekan berkembangnya bakteri di kotorannya, sehingga bau limbah dapat ditekan. Produksi temu-temuan cukup bagus, jahe merah di Karang Agung Ulu (Anonimous, 1993) dengan pemupukan 45 kg N + 36 kg P2O5 + 50 kg K2O + 200 kg kapur + 1,5 ton gambut/hektar memberikan hasil 15,5-23,6 t/ha. Sedangkan untuk jahe putih kecil atau emprit produksi 4,9-8,5 t/ha dan jahe putih besar varietas gajah produksi 4,5-5,9 t/ha. Demikian juga dari Kalimantan Tengah produksi jahe putih kecil cukup baik 0,7-1,0 kg/rumpun. Produksi tanaman kencur juga cukup baik di Karang Agung Ulu dapat mencapai 11,2-20,1 t/ha, dan dari uji produksi di Kalimantan Tengah juga menunjukkan produksi yang baik yaitu mencapai 200-300 g/rumpun.

c. Lada

Tanaman lada varietas Petaling I, Petaling II, dan LDK dapat tumbuh dan beradaptasi baik di lahan pasang surut potensial maupun sulfat masam aktual Karang Agung Ulu. Pada lahan potensial pengapuran dengan takaran 2-3 kg/tanaman dapat mempengaruhi produksi buah lada sampai panen ke-3 (panen pertama 28 bulan). Sedangkan pada lahan sulfat masam, pembuatan saluran cacing di kanan dan di kiri tanaman memberikan hasil tertinggi yaitu 140, 300, dan 230 gram per pohon masing-masing pada panen pertama, kedua, dan ketiga.

Saluran cacing ini ditujukan untuk menjamin drainase yang baik agar kelembaban tanah tidak berlebihan bagi tanaman lada. Karena lada memerlukan bahan organik tinggi maka pengembangan di lahan bergambut tipis lebih sesuai untuk tanaman lada produktif, pemupukan tiga kali setahun dengan interval empat bulan sekali dengan takaran 512 g urea + 880 g TSP + 600 g KCl + 60 g kiserit per pohon memberikan hasil tertinggi yaitu 1,22 kg/pohon (Anonimous, 1993). Tiang panjat seperti lamtoro gung (Leucaena sp.) dan waru-waruan dengan pemangkasan empat kali setahun memberikan pertumbuhan yang baik terhadap lada di Karang Agung Ulu ini.


Bersambung ke bagian 4.D yang dapat dilihat pada pustaka dibawah ini:


Pustaka:

Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, dan (3) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.