21.35

TEKNOLOGI PUPUK HAYATI FUNGI PELARUT FOSFAT (Bagian 1)

Teknologi Pupuk Hayati Fungi Pelarut Fosfat (FPF)*
Oleh: Rodiah** dan Madjid***
(Bagian 1 dari 6 Tulisan)

Keterangan:
* Makalah Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati pada Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
** Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
*** Dosen Pengasuh Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.


(Bagian 1 dari 6 Tulisan)



I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Tanah adalah suatu komponen dari keseluruhan ekosistem dan tidak dapat dilepaskan dari kesehatan ekosistem tersebut. Dibidang pertanian, tanah yang sehat memiliki kondisi fisik, kimia, dan biologis optimal untuk produksi tanaman dan memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan tanaman serta kualitas ekosistem yang mencakup air dan tanah. Dalam sejumlah kondisi, tanah yang sehat mungkin saja tidak berfungsi sebagai komponen ekosistem yang sehat karena adanya penambahan komponen tanah yang tidak sehat dari luar itu sendiri (Elliot, 1998), misalnya penambahan bahan kimia yang berlebihan atau pembuangan limbah toksik. Hal ini berarti bahwa kehadiran suatu organisme akan mempengaruhi keberadaan organisme lain secara langsung maupun tidak langsung.

Tanah yang subur kaya akan keanekaragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus, serta mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan organik, melepaskan nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, dan mendegradasi residu toksik (Sparling, 1998). Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut. Manfaat mikroba tanah dalam usaha pertanian belum disadari sepenuhnya, bahkan sering diposisikan sebagai komponen habitat yang merugikan, karena pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara selektif pada mikroba patogen yang menimbulkan penyakit pada tanaman. Padahal sebagian besar spesies mikroba merupakan mikroflora yang bermanfaat, kecuali beberapa jenis spesifik yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman.

Cara pandang positif terhadap mikroba akan membangkitkan minat berpikir tentang potensi mikroba yang belum banyak diketahui. Baru sebagian kecil dari ribuan spesies mikroba yang telah diketahui memiliki manfaat bagi usaha pertanian, seperti bakteri fiksasi N2 udara pada tanaman kacang-kacangan, bakteri dan fungi pelarut fosfat, bakteri dan fungi perombak bahan organik, bakteri, cendawan, dan virus sebagai agensia hayati, serta bakteri yang berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman (plant growth promoting agents) yang menghasilkan berbagai hormon tumbuh, vitamin dan berbagai asam-asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar. Masih banyak lagi mikroba yang belum teridentifikasi dan diketahui manfaatnya. Saraswati et al. (2004) secara umum menggolongkan fungsi mikroba menjadi empat, yaitu (1) meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman dalam tanah, (2) sebagai perombak bahan organik dalam tanah dan mineralisasi unsur organik, (3) bakteri rhizosfer-endofitik untuk memacu pertumbuhan tanaman dengan membentuk enzim dan melindungi akar dari mikroba patogenik, (4) sebagai agensia hayati pengendali hama dan penyakit tanaman. Berbagai reaksi kimia dalam tanah juga terjadi atas bantuan mikroba tanah (Yoshida, 1978).

Fosfat merupakan unsur hara makro essensial untuk pertumbuhan tanaman kedua setelah N dan merupakan faktor pembatas dalam produksi tanaman. Kandungan P total tanah yang rendah di daerah tropik dan sub tropik berhubungan dengan bahan induk tanah dan telah lanjutnya pelapukan tanah. Selain itu kapasitas fiksasi P yang tinggi pada tanah menyebabkan P tersedia tanah menjadi rendah. Untuk meningkatkan produksi produksi tanaman pada tanah-tanah dengan ketersediaan P yang rendah diperlukan suatu usaha yang dapat meningkatkan kealrutannya seperti penggunaan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan streptomyces diketahui mempunyai kemampuan melarutkan P. Penggunaan mikroba pelarut fosfat untuk meningkatkan kelarutan fosfat dalam rangka meningkatkan efektivitas penggunaannya dalam usaha pertanian.

Untuk itu perlu dikembangkan produk biologi yang terdiri dari mikroba pelarut fosfat yang berfungsi meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah disebut sebagai pupuk hayati (pupuk mikroba). Pupuk hayati yang telah terstandarisasi merupakan alternatif sumber penyediaan hara tanaman yang aman lingkungan. Pemanfaatan pupuk hayati yang bermutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan meningkatkan produksi tanaman, menghemat biaya pupuk, dan meningkatkan pendapatan petani. Semakin mahalnya pupuk anorganik dan pestisida serta semakin dipahaminya manfaat pupuk hayati dalam menjaga keseimbangan hara dan produktivitas tanah, maka penggunaan pupuk hayati dan agensia hayati diharapkan akan lebih meningkat pada tahun-tahun mendatang.


B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas pemanfaatan teknologi pupuk hayati fungi pelarut fosfat.


Bersambung ke bagian 2 yang dapat dilihat pada pustaka dibawah ini:


Pustaka:

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.

0 comments: