21.09

Pengelolaan Kesuburan Tanah Pada Lahan Kering (Bagian 4)

Pengelolaan Kesuburan Tanah Mineral Masam untuk Pertanian*
Oleh: Ida Nursanti** dan Abdul Madjid Rohim***

(Bagian 4 dari 5 Tulisan)

Keterangan:
* : Makalah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
** : Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
*** : Dosen Mata Kuliah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

(Bagian 4 dari 5 Tulisan)


IV. Pengelolaan Kesuburan Tanah Mineral

4.1. Pemakaian Pupuk Organik dan Anorganik

Sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah, misalnya ; pupuk kandang, hijauan tanaman rerumputan, semak ,perdu dan pohon, limbah pertanaman dan limbah agroindustri. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan sifat menahan air yang lebih besar dari pada tanah yang kandungan bahan orgaiknya rendah.

Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro yang rendah, tetapi mengandung hara mikro yang cukup sangat diperlukan oleh tanaman, sebagai bahan pembenah tanah pupuk organik dapat mencegah erosi, mencegah pengerakan permukaan tanah (crusting)dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah .

Karekteristik umum yang dimiliki oleh pupuk organik adalah :
1. Kandungan hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung jenis bahan dasarnya.
2. Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah untuk dirubah dari bentuk organik komplek yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diabsorpsi oleh tanaman.
3. Penggunaan pupuk organik sebaiknya harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia untuk menutupi kekurangan hara dari pupuk organik .

Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting dari budidaya hewan peliharaan baik unggas maupun non unggas, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah . Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.

Kandungan unsur hara pupuk kandang akan berbeda dengan berbedanya jenis dan wujud bahan pupuk kandang .

Pemupukan yang dianjurkan pada budidaya tanaman jagung , untuk pupuk organic ( pupuk kandang / kompos ) 20 ton / ha. Sedangkan untuk pupuk an organik : Urea 300 kg / ha, TSP 100 kg / ha, KCI 50 kg / ha. Pupuk dasar diberikan sebelum tanam atau bersamaan tanam sejumlah 20 ton / ha pupuk organic, 100 kg / ha Urea, 100 kg TSP, dan 50 kg / ha KCl dengan membuat larikan atau ditugalkan kemudian ditutup kembali dengan tanah dengan jarak 10 cm dari garis tanam / lubang tanam. Pupuk susulan diberikan 3 minggu setelah tanam berupa Urea 100 kg / ha, diteruskan pupuk susulan kedua pada tanaman berumur 5 minggu sejumlah 100 kg Urea / ha (Dinas Pertanian Jember,2007).
Hasil penelitian Mayadewi (2007) pupuk kandang ayam meningkatkan pertumbuhan hasil tanaman jagung manis sebesar 47,03% bila dokombinasikan dengan jarak tanam 50 x 40 cm.

Barus (2005) menjelaskan bahwa efisiensi penggunan pupuk dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian uji tanah untuk suatu sistem hara-tanah-tanaman. Pada dasarnya tahapan kegiatan uji tanah meliputi ; (1) Pengambilan contoh tanah yang mewakili lokasi berdasarkan hasil survey terdahulu, (2) Analisa kimia tanah di laboratorium dengan metode yang tepat dan teruji, (3) Interpretasi hasil analisis dan (4) Rekomendasi pemupukan.

Hasil penelitian Hasanudin et al (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang pada berbagai dosis mampu menurunkan Al-dd sekaligus meningkatkan pH tanah walaupun peningkatan pH tanah tidak sedrastis penurunan Al-dd. Peningkatan pH diikuti dengan peningkatan P tersedia tanah .

Pemberian bahan organik pada tanah masam dapat meningkatkan serapan P dan hasil tanaman jagung karena setelah bahan organik terdecomposisi akan menghasilkan beberapa unsur hara seperti N, P dan K serta menghasilkan asam humat dan fulvat yang memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al yang larut dalam tanah sehingga ketersediaan P akan meningkat (Hasanudin, 2003).

Seperti halnya pupuk organik, pemakaian pupuk anorganik hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimum hara tertentu seperti N, P, dan K, sehingga diberkan pada takaran yang rendah. Pupuk N (urea) untuk tanaman legum diperlukan sebagi stater sehingga diberikan pada saat tanam dengan takaran 15-20 kg/ha, sedangkan untuk tanaman nonlegum takarannya lebih tinggi. Pemakaian pupuk P (P-alam) minimal 60 kg P/ha untuk dua musim tanam, demikian pula pupuk KCl dengan takaran 60-90 kg/ha. Takaran pupuk anorganik secara tepat perlu diteliti lebih lanjut. Pengapuran mungkin diperlukan, tetapi hanya sebatas memenuhi kebutuhan tanaman, bukan untuk meningkatkan pHtanah maupun mengurangi kadar Al tanah.

Pemupukan P juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor berperan pada berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen klorofil. Sebagian besar hara P dari pupuk P yang diberikan difiksasi di dalam tanah sehingga hanya 10-20% pupuk P yang diberikan diserap tanaman. Oleh sebab itu pemberian yang etrus menerus dalam jumlah berlebih akan terakumulasi dalam tanah dan dapat merubah status P tanah dari rendah ke tinggi sehingga tanaman tidak lagi tanggap terhadap pemupukan P (Barus, 2005).

Pemberian pupuk P yaitu pupuk SP36 dan pupuk Rock fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung terlihat darai parameter tinggi tanaman 10 dan 17 hari setelah tanam serta kadar P trubus (Arimurti et al , 2006).


4.2. Pengapuran

Salah satu kegiatan reklamasi lahan untuk memperbaiki atau memulihkan kembali tanah –tanah yang tidak subur agar secara optimal dapat mendukung pertumbuhan tanaman adalah dengan penambahan amelioran seperti pemberian kapur pertanian. Secara tidak langsung kapur dapat mengurangi keracunan Al, meningkatkan ketersediaan P, meningkatkan pH tanah dan secara langsung kapur dapat meningkatkan ketersediaan hara Ca.

Pengapuran ditekankan kepada penggunaan kapur biasa CaCO3 , seterusnya tanah masih perlu terus dipupuk. Pengapuran hendaknya dipandang hanya untuk menetralisasikan tanah secara cepat dan seterusnya jangan tergantung lagi pada banyaknya kapur, walaupun kualitas lahan cepat menurun kembali. Kapur dapat menetralisir Al melalui ion OH- membentuk Al(OH)3 tidak aktif yang dihasilkan dari pelepasan CO32- yang selanjutnya Al menjadi tidak larut dan Al-dd semakin berkurang (Hasanudin et al, 2007). Selanjutnya dijelaskan juga bahwa untuk meningkatkan pH tanah dari 4,6 menjadi 5,8 diperlukan dosis kapur 2x Al-dd.

Kapur berfungsi memantapkan stabilitas tanah, tetapi daya kerjanya lebih cepat dari pada kerja bahan organik. Kelemahannya adalah bila tanah berkualitas rendah, yang ditandai dengan tingkat kesuburan rendah, maka dengan pengapuran saja hanya memungkinkan pertumbuhan tanaman yang normal. Sebaliknya penggunaan bahan organik tanpa didahului dengan pengapuran menghasilkan pemantapan stabilitas tanah secara lambat, tetapi dampak positifnya berlangsung jangka panjang. Oleh karena itu pengapuran pada tanah masam sebaiknya diikuti dengan pemberian pupuk organik agar stabilitas tanah terjaga dan pertumbuhan serta produksi tanaman akan terjamin (Kuswandi,1993).


4.3. Pupuk Hayati Penyedia Hara Tanaman

Mikrobia tanah yang menguntungkan dapat dikategorikan sebagai biofertilizer atau pupuk hayati. Menurut Yuwono (2006) secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa :
1. Penyedia hara
2. Peningkat ketersediaan hara
3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman
4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus
5. Pemantap agregat tanah
6. Perombak persenyawaan agrokimia

Beberapa mikroorganisme tanah seperti Rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter, Mikoriza, Bakteri pelarut fosfat, bila dimanfaatkan secara tepat dalam system pertanian akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga akan dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai biofertilizer atau pupuk hayati (Sutanto, 2002).

Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri pelarut fospat dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan pupuk hayati berupa inokulan bakteri fospat dengan tanpa pemberian pupuk TSP dapat meningkatkan hasil jagung yang setara dengan pemberian TSP (Prihartini, 2003).

Hasil penelitian Arimurti et al (2006) pada perlakuan bakteri pelarut fosfat (BPF) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah masam, yang tampak pada parameter tinggi tanaman 10 dan 45 HST, berat basah trubus, berat kering trubus, berat basah akar, berat kering akar, luas daun serta kadar P trubus. Pemberian BPF P. putida sama baiknya dengan P. Aeruginosa atau gabungan keduanya dalam meningkatkan tinggi tanaman 10 dan 45 HST. Untuk meningkatkan berat basah, berat kering trubus dan akar paling baik menggunakan P. putida.

Asosiasi simbiotik anatara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman. Asosiasi ini akan dapat meningkatan ketersediaan hara P dan lainnya serta meningkatkan serapannya. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara fosfor dan melindungi perakaran dari serangan patogen (Hadiyanto dan Hairiyah, 2007).

Hasil penelitian Hasanudin dan Gonggo (2004) menjelaskan pemberian inokulasi mikrobia pelarut fosfat 15 ml tanaman-1 dan inokulasi mikoriza 20 g tanaman-1 dapat meningkatkan serapan P dan hasil jagung.

Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 Kg N/Ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiesnsi inokulan Rhizobium untuk tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektifitas populasi asli (Sutanto, 2002).

Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter terjadi pada tanaman jagung, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan kubis. Apabila Azotobacter dan Azospirillum diinokulasi secara bersama-sama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan hasil cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002).


Selanjutnya dijelaskan juga oleh Tim Peneliti Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2008) bahwa pemakaian pupuk hayati pada lahan kering masam sebaiknya yang telah terbukti dapat menjalankan fungsi ekologis, merupakan mikroba hasil seleksi yang benar-benar unggul dalam membantu pertumbuhan tanaman.

Pupuk hayati meliputi bakteri penambat N, mikroba pelarut fosfat, dan cendawan mikoriza arbuskula. Bakteri penambat N2. Bakteri ini mencakup bakteri yang membentuk bintil akar, bersimbiose dengan tanaman legum, dan bakteri penambat N yang hidup bebas di dalam tanah. Oleh karena itu, budi daya tanaman legum (kacang-kacangan) dapat menggunakan Rhizobium spp. Namun, perlu diperhatikan bahwa hubungan antara tanaman legum dan Rhizobium bersifat sangat spesifik, artinya satu spesies Rhizobium hanya dapat bersimbiose dengan spesies legum tertentu. Oleh karena itu, penggunaan Rhizobium sp. harus disesuaikan dengan spesies legum yang akan dibudidayakan. Bakteri penambat N yang hidup bebas seperti Azotobacter, Azospirillum, dan Beijerinckia dapat digunakan pada tanaman dari famili Gramineae (rumput-rumputan) seperti padi, jagung, dan sorgum.

Mikroba pelarut fosfat. Telah banyak dihasilkan pupuk hayati yang mengandung mikroba pelarut fosfat. Mikroba ini ada yang hidup bebas di dalam tanah atau hidup di daerah perakaran (rhizobakteri). Mikroba tersebut dapat menghasilkan senyawa organik yang dapat melarutkan P-tanah, sehingga ketersediaan P bagi tanaman meningkat dan mengurangi takaran penggunaan pupuk P.

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA). CMA merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi. Kemampuan asosiasi tanaman- CMA ini memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air yang cukup pada kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur beracun, dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah.

Hal ini dimungkinkan karena CMA mempunyai kemampuan menyerap hara dan air lebih tinggi dibanding akar tanaman. Keunggulan kemampuan CMA dalam pengambilan hara, terutama hara yang bersifat tidak mobil seperti P, Zn, dan Cu, disebabkan CMA memiliki struktur hifa yang mampu menjelajah daerah di antara partikel tanah, melampaui jarak yang dapat dicapai akar (rambut akar), kecepatan translokasi hara enam kali kecepatan rambut akar, dan nilai ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap CMA lebih rendah (setengah ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap akar). CMA secara tidak langsung juga dapat meningkatkan ketersediaan P-tanah melalui produksi enzim fosfatase oleh akartanaman. CMA juga berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan air pada saat kekeringan karena bertambahnya luas permukaan penyerapan air oleh hifa eksternal.

Satu spesies CMA dapat berasosiasi dengan berbagai tanaman sehingga satu macam CMA dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Pada saat ini telah dihasilkan berbagai inokulan CMA,umumnya dari spesies Glomus, Gigaspora, dan Acaulospora.


4.4. Teknik Pengelolaan Tanah

Apabila dihadapkan pada kondisi tanah masam, ketersediaan hara rendah, bahan organik tanah rendah, dan tanah memiliki slope tertentu serta berada pada daerah dengan intensitas hujan tinggi, maka secara teknik pengolahan tanah yang dilakukan harus berprinsip peningkatan kesuburan tanah dan adanya pelaksanaan konservasi tanah dan air.

Pada prinsipnya untuk meningkatkan atau mempertahankan kemampuan tanah dapat dilakukan teknik pengelolaan tanah secara mekanik dan vegetatif. Secara mekanik pembuatan teras misalnya teras gulud, teras bangku atau teras individu dan pembuatan saluran drainase. Sedangkan secara vegetatif adalah penerapan pola tanam yang menutup permukaan tanah sepanjang tahun baik dengan hijauan maupun vegetasi misalnya dengan pergiliran tanaman , tumpang sari atau penanaman budidaya lorong.

Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud (Gambar 8) menurut Sinukaban (1994):
(1) Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%.
(2) Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur. Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur, tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang dengan kecepatan rendah.

Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah: (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah.
Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0o dengan bidang horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem wanatani.

Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa dibangun di areal perkebunan atau pertanaman buah-buahan.

Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat : (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi (Rahim, 2006).

Pergiliran tanaman atau tanam berurutan adalah sistem bercocok tanam dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah selama satu tahun; tanaman musim kedua ditanam sebelum panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan menjaga agar permukaan tanah selalu tertutup tanaman. Selain itu, sistem ini juga dimaksudkan untuk mempercepat penanaman tanaman pada musim kedua, sehingga masih mendapatkan air hujan dengan jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan produksinya.

Tanam bersisipan atau tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu macam tanaman pada lahan yang sama secara simultan, dengan umur tanaman yang relatif sama dan diatur dalam barisan atau kumpulan barisan secara berselang-seling seperi: padi gogo + jagung - jagung + kacang tanah. Pada musim pertama di awal musim hujan, padi gogo ditanam secara tumpang sari dengan jagung.

Menambah tanaman penguat teras,tanaman yang memenuhi syarat sebagai penguat teras adalah:
a. Mempunyai sistem perakaran intensif, sehingga mampu mengikat air.
b. Tahan pangkas sehingga tidak menaungi tanaman utama.
c. Bermanfaat dalam menyuburkan tanah maupun sebagai penghasil makanan ternak.
Tanaman penguat teras yang dianjurkan ditanam antara lain lamtorogung, gamal, akasia, kaliandra, rumput gajah dan rumput benggala.

Salah satu cara untuk memperbaiki struktur tanah, mempertinggi kemampuan tanah dalam menyerap air yaitu dengan menggunakan pupuk organik berupa pupuk hijau atau pupuk kandang serta penggunaan sisa-sisa tanaman yang diletakkan di atas tanah sebagai serasah (mulsa) sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah. Dengan cara ini penguapan air tanah dapat diperkecil sehingga air tanah tetap tersedia bagi tumbuhnya tanaman.

Teknologi yang diintroduksikan ke lahan kering masam DAS bagian hulu haruslah teknologi yang mampu mengendalikan erosi, mudah dilaksanakan, murah dan dapat diterima oleh petani. Salah satu teknologi yang tersedia adalah sistem pertanaman lorong atau Alley cropping.

Anonimous (2009) menjelaskan bahwa alley cropping merupakan salah satu sistem agroforestry yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan diantara lorong-lorong yang dibentuk oleh pagar tanaman pohonan atau semak (Kang et al., 1984). Tanaman pagar dipangkas secara periodik selama pertanaman untuk menghindari naungan dan mengurangi kompetisi hara dengan tanaman pangan/semusim. Leucaena leucocephala yang pertama diuji dalam sistem Alley cropping ini dan menyusul kemudian Glinsidia sepium.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem ini sangat efektif mengendalikan erosi. Di Filipina, Alley cropping dapat menurunkan erosi sebanyak 69%, yang terdiri atas 48% disebabkan oleh pengaruh penutupan tanah oleh mulsa, 8% disebabkan oleh perubahan profil tanah dan 4% oleh penanaman secara kontour .Di Indonesia sistem ini sudah diyakini efektif mengendalikan erosi (Sukmana and Suwardjo, 1991) dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta dapat diadopsi oleh petani di lahan kering. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan telah menunjukkan bahwa Alley cropping sangat efektif dalam mengendalikan erosi.

Efektivitas pengendalian erosi tersebut sangat tergantung kepada jenis tanaman pagar yang digunakan, jarak antara tanaman pagar dan pada saat awal, kemiringan lahan. Efektivitas pengendalian erosi dapat mencapai >95% dibanding apabila tidak menggunakan Alley cropping.

Alegre dan Rao (1995) menunjukkan bahwa Alley cropping menahan kehilangan tanah 93% dan air 83% dibandingkan dengan pertanaman tunggal semusin. Efektivitas pengendalian erosi ini selain karena hal yang telah disebutkan diatas juga karena terbentuknya teras secara alami dan perlahan-lahan setinggi 25-30 cm pada dasar tanaman pagar. Rendahnya erosi disebabkan oleh hasil pangkasan yang sukar melapuk yang berfungsi sebagai mulsa, sehingga tanah terlindung dari air hujan dan pemadatan tanah karena ulah pekerja selama operasi di lapangan. Barisan tanaman pagar menurunkan kecepatan aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan pada air untuk berinfiltrasi. Selanjutnya tanaman pagar menyebabkan air tanah selalu berkurang untuk kebutuhan pertumbuhannya selama musim kemarau sehingga sistem ini menyerap lebih banyak air hujan ke dalam tanah dan akhirnya menurunkan erosi.

Selain efektif mengendalikan erosi, Alley cropping juga ternyata dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Sistem ini dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu menurunkan BD (bulk density) dan meningkatkan konduktivitas hidraulik tanah.

Hasil penelitian Agas et al. (1997) tentang sifat-sifat tanah dan air di bawah Alley cropping pada tanah oxilos miring menunjukkan bahwa pada umumnya sifat-sifat tanah tidak dipengaruhi oleh jenis legum/taman pagar, tetapi dipengaruhi oleh posisi dalam lorong. Lebih dekat pada barisan tanaman pagar, mempengaruhi distribusi air. Air tersedia pada kedalaman 10-15 cm adalah 0,16 ; 0,13 dan 0,08 m3 masing-masing pada bagin bawah, tengah dan atas dari lorong. Transmisivitas air menurun dari 0,49 mm/detik pada bagian bawah menjadi 0,12 mm/detik pada bagian atas dari lorong. Kandungan air tanah dan tekanan air tanah menurun pada bagian lorong yang dekat pada tanaman pagar. Hal ini akan menyebabkan kompetisi air antara tanaman pagar dengan tanaman pangan pada lorong.

Selain perbaikan sifat fisik tanah, penelitian-penelitian terdahulu juga memperlihatkan bahwa Alley cropping dapat meningkatkan unsur hara di dalam tanah .Contoh kondisi pertanaman alley cropping.



Bersambung ke bagian 5 yang dapat dilihat pada pustaka dibawah ini:


Pustaka:

Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, (3) Teknologi Pupuk Hayati, dan (4) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.